gratefuldoggies.net – Di lereng pegunungan Himalaya yang diselimuti kabut, hiduplah salah satu hewan paling menggemaskan sekaligus paling terancam di dunia: panda merah (Ailurus fulgens). Bukan saudara panda raksasa, meski sama-sama berwarna hitam-putih-merah, panda merah justru lebih dekat hubungan kekerabatannya dengan rakun dan musang. Tubuhnya kecil seukuran kucing besar, wajah bulat dengan garis air mata putih, telinga tegak, dan bulu ekor lebat berwarna merah karat yang membuatnya tampak seperti rubah berjalan di atas pohon.
Habitat yang Semakin Menyempit
Panda merah hanya bisa ditemukan di hutan pegunungan beriklim sedang di Nepal, India utara, Bhutan, Myanmar bagian utara, dan Tiongkok bagian selatan (Sichuan, Yunnan, Tibet). Mereka hidup pada ketinggian 2.200–4.800 meter di atas permukaan laut, di tempat yang dingin, lembap, dan penuh pohon bambu serta tumbuhan runjung berdaun lebat. Sayangnya, habitat ini terus lenyap akibat penebangan liar, pembukaan lahan pertanian, pembangunan jalan, dan peternakan sapi yang merambah hutan.
Dalam 20 tahun terakhir, populasi panda merah di alam liar diperkirakan telah menurun hingga lebih dari 50%. Saat ini, hanya sekitar 2.500–10.000 ekor yang tersisa di seluruh dunia, dan angka tersebut terus menurun setiap tahun. IUCN Red List menggolongkannya sebagai Endangered (Terancam Punah), satu langkah sebelum masuk kategori Critically Endangered.
Ancaman Terbesar: Manusia dan Anjing
Selain hilangnya hutan, panda merah juga menjadi korban perburuan dan perdagangan ilegal. Bulu ekornya yang indah sering dijadikan hiasan topi tradisional di beberapa daerah di Yunnan dan Myanmar. Dagingnya pun masih diburu oleh sebagian masyarakat lokal. Yang lebih memilukan, banyak panda merah muda mati karena diserang anjing liar atau anjing pemburu milik warga.
Perubahan iklim juga memperburuk keadaan. Kenaikan suhu membuat bambu – makanan utama mereka – bergeser ke ketinggian lebih tinggi, sementara panda merah tidak bisa mengikuti pergeseran itu karena terhalang pemukiman manusia.
Keunikan Si “Firefox”
Nama “firefox” yang dipakai oleh browser terkenal ternyata terinspirasi dari panda merah, bukan rubah merah biasa. Hewan ini memang luar biasa lincah di atas pohon. Dengan cakar setengah retraktil dan “ibu jari palsu” (pergelangan tangan yang memanjang), mereka bisa memanjat turun dari pohon dengan posisi kepala di bawah – sesuatu yang jarang dimiliki mamalia lain.
90% makanannya adalah daun dan tunas bambu, meski sesekali mereka juga memakan buah, akar, telur burung, serangga, bahkan anak burung. Karena pencernaannya tidak seefisien panda raksasa, panda merah harus makan hingga 20.000–30.000 daun bambu setiap hari dan sering terlihat tidur siang berjam-jam untuk menghemat energi.
Harapan dari Penangkaran dan Konservasi
Beberapa kebun binatang dan pusat konservasi di seluruh dunia, termasuk di Singapura, Rotterdam, dan Darjeeling, berhasil mengembangbiakkan panda merah dalam penangkaran. Program Red Panda Network di Nepal melibatkan warga lokal untuk menjadi “penjaga hutan” dengan memberi alternatif mata pencaharian sehingga mereka tidak lagi menebang pohon atau memburu.
Di Tiongkok, beberapa cagar alam seperti Wolong dan Wanglang mulai memperketat pengawasan dan memasang kamera jebak untuk memantau populasi liar. Meski demikian, tanpa tindakan nyata untuk menghentikan deforestasi dan perdagangan ilegal, panda merah tetap berjalan di tepi jurang kepunahan.
Kita Masih Bisa Menyelamatkan Mereka
Panda merah bukan hanya simbol keindahan alam Himalaya, tapi juga indikator kesehatan hutan pegunungan. Jika mereka menghilang, berarti ekosistem tempat ratusan spesies lain bergantung juga sedang runtuh.
Masih ada waktu – tapi tidak banyak. Dengan menjaga hutan, menghentikan perdagangan satwa ilegal, dan mendukung komunitas lokal di sekitar habitatnya, kita masih bisa memastikan anak cucu kita kelak tetap dapat melihat senyum manis si “firefox” berbulu merah ini melompat dari dahan ke dahan di alam liar.
